CARA MERESPON MASALAH
Suatu masa sekelompok orang menyebarangi sungai dengan perahu karet, tiba-tiba perahu menabrak batu dan terbalik.
Orang-orang yang tidak pernah belajar renang tentu kesulitan dan ia tenggelam hingga diselamatkan orang lain. Sementara orang yang bisa belajar renang mampu menyelamatkan diri sendiri dan orang lain.
Pertanyaan selanjutnya adalah kapan mau melakukan terapi terhadap luka batin diri sendiri?
Gak perlu!
Nanti saja!
Buat apa sih?
Kenyataannya luka batin menciptakan pola emosi, membentuk pola berfikir, menyusun reaksi/respon dengan pola tertentu.
Dalam kondisi hidup nyaman, bisa jadi luka batin tak mempengaruhi karena hidup dalam kenyamanan. Tapi saat hidup penuh tekanan, luka batin mempengaruhi CARA MERESPON masalah.
Ada orang yang merespon dengan tempramen, cenderung menyerang orang lain atau minimal menyalahkan orang lain. Ada pula yang sebaliknya menyalahkan diri sendiri bahkan merasa diri tak berharga sehingga terfikir untuk (maaf) mati.
Kenyataannya, kualitas hidup seseorang ditentukan dari respon dirinya terhadap masalah. Hal yang menarik, sebuah respon yang diulang-ulang menjadi kebiasaan, tak sadar dianggap lumrah.
Padahal respon negatif yang diulang-ulang menciptakan realitas negatif di masa berikutnya. Biasanya akan "terbangun" atau akan "tersadar" saat masalah menumpuk terlalu berat.
Sampai disini, kapan seseorang belajar memperbaiki respon? Mestinya sejak sekarang, sejak hidup masih dianggap baik-baik saja. Mulailah dengan menyembuhkan luka batinnya.
Jangan nunggu anak lebih memilih percaya dan dekat kepada orang lain daripada percaya dan dekat kepada orang tua sendiri, barulah orang tua sadar ternyata "aku perlu diterapi."
Jangan menunggu ditipu habis-habisan saking mudah percaya dan gampang diperdaya baru mengatakan "aku perlu diterapi."
Jangan menunggu disakiti pasangan lalu cerai, menikah disakiti lagi, cerai lagi, hingga sadar "ternyata aku perlu diterapi."
Cukup 3 hal ini sebagai indikasi Anda perlu dan mendesak melakukan terapi:
Pertama, sering memendam rasa kecewa dan atau sakit hati. Artinya memilih memendam daripada membicarakan, memilih memendam daripada mengungkapkan.
Percaya atau tidak, ini akan jadi bom waktu.
Kedua, sering memaksakan kehendak ke orang lain, merasa benar dengan cara berfikir sendiri, tidak nyaman saat orang lain "tidak nurut" bahkan meradang bila merasa tidak dihargai.
Wajib banget untuk melakukan terapi.
Ketiga, sering memendam rasa tak berharga, tak berdaya. Akibatnya bisa salah satu dari point' berikut ini: takut ditinggalkan, takut ditolak, membalas lebih "kejam" saat merasa disakiti, sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain, tak sabaran ingin segera sukses, sering kerja keras mengejar target tapi hasil tidak memuaskan, mudah tersinggung sekedar diomongin dari belakang termasuk saat dikritik.
Cek, Anda sering tak nyaman dengan lingkungan luar kan? Tak sadar, ada yang "tidak beres" dengan diri sendiri.
Jadi kapan mau melakukan terapi? Nunggu masalah lebih besar dan lebih banyak? Atau nanti saja kalau sudah tenggelam, toh ada yang bantu?
Atau...
Sekarang!
Wallahu'alam
Tags :