Kegigihan Abu Hurairah Yang Patut Dijadikan Teladan
Tuesday, 4 August 2020
Artikel Tamu,
Fauzan Daulay,
Motivasi,
Motivasi Dari Syakir Daulay,
nulisyuk,
Zikri Daulay
syakirdaulay.com - Banyak sahabat di zaman Rasulullah tinggal di serambi Masjid Nabawi. Serambi (shuffah) ini layaknya seperti asrama dan ditempati oleh sahabat yang belum memiliki rumah atau kerabat. Rasulullah sangat senang dengan keberadaan mereka.
Mereka digelar Ahlu Shuffah dan Rasulullah menjamin keutamaan dari sahabat Ahlu Shuffah, sehingga ada hadits dari Anas bin Malik : "Kesibukan penghuni Ash-Shuffah adalah memahami dan mempelajari Al-Qur'an. Kegemaran mereka adalah mendendangkan dan mengulang-ulang materi yang diajarkan." (H.R Abu Nu'aim)
Salah satu dari penghuni Ahlu Shuffah ialah periwayat hadits termasyhur, yaitu Abu Hurairah. Beliau masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah, ketika Rasulullah berada di Khaibar.
Menyadari bahwa beliau termasuk orang yang masuk Islam belakangan, maka Abu Hurairah berazzam untuk mengejar ketertinggalan dengan selalu menghadiri majelis Nabi. Beliau merupakan salah satu sahabat yang memiliki kedekatan intens dengan Nabi.
Dengan kekuatan hafalan yang dimiliki dan banyaknya waktu bersama Rasulullah, Abu Hurairah termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ini merupakan sesuatu yang tak biasa, mengingat beliau hanya membersamai Rasulullah selama kurang lebih 3 tahun lamanya.
Sebagian sahabat terheran-heran, Abu Hurairah termasuk orang yang masuk Islam belakangan, tapi sebanyak 5.374 hadits mampu beliau riwayatkan.
Mengenai hal ini, Abu Hurairah menjelaskan, "Sesungguhnya teman-temanku dari kalangan Anshar sibuk dengan tanah pertanian mereka. Dan orang-orang Muhajirin sibuk dengan perdagangan mereka di pasar. Sedangkan aku selalu mendampingi Rasulullah untuk mengisi perutku. Maka aku hadir sewaktu mereka tidak hadir, dan aku selalu ingat ketika mereka lupa."
Dari kisah Abu Hurairah kita memetik hikmah bahwa demi mendapatkan ilmu, lakukanlah hal yang menurut sebagian orang tabu. Kiranya perlu mengesampingkan urusan duniawi, agar mendapatkan satu ayat yang disampaikan Nabi, semata-mata untuk mendapat kebaikan ukhrawi.
Allah memberi waktu 24 jam bagi hamba-Nya. Yang menjadi berbeda, ketika seorang hamba melakukan kebaikan yang bernilai plus, dan itulah yang akan menjadi keunggulan dari kepribadian hamba itu sendiri.
Selain itu, teman dekat adalah cerminan dari pribadi seseorang. Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengingatkan kita dengan haditsnya: “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Seorang Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan seorang pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Kita akan menjadi baik, jika berteman dengan orang yang baik. Kita akan terkena citra buruk, jika berteman dengan orang yang berperilaku buruk. Maka, tak ada cela bagi Abu Hurairah. Ia bertransformasi menjadi baik, mendapatkan banyak pelajaran kebaikan, seperti minyak wangi yang dipercikkan oleh Nabi.
Betapa Abu Hurairah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan bersama orang yang agung perangainya. Ia mengurangi waktu tidur, mengurangi waktu santai, bahkan tak banyak bergurau, hanya demi mengambil ilmu dari Rasulullah. Kebersamaannya dengan Rasulullah memang kurang dari lima tahun. Tapi lihat hasilnya, Abu Hurairah yang bukan keluarga senasab, tahu persis tentang keseharian yang dilakukan Rasulullah. Hadits yang diriwayatkan dijadikan pedoman bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan. Itulah kegigihan dan keunggulan dari kepribadian Abu Hurairah yang menuai decak kagum sahabat yang lain dan menjadi teladan bagi sahabat lainnya..
Banyak manusia di dunia ini yang jika ditanya apa cita-citanya, ingin menjadi orang hebat, ingin sukses, dan ingin memberikan yang terbaik untuk bangsa dan agama. Tapi sayangnya, yang ia lakukan sama dengan manusia pada umumnya. Tak ada usaha maksimal, tak melakukan kebaikan yang bernilai plus, hanya berdiam diri, menunggu hasil dari bim salabim.
Padahal tidak demikian kawan, apatah arti sebuah cita-cita tanpa dibarengi kerja nyata. Tentu tak ada gunanya, semuanya akan sia-sia. Cita-cita itu hanya akan menjadi angan belaka semata.
Sosok Abu Hurairah adalah sosok nyata yang memberi keteladanan, bahwa sebuah achievement memerlukan kegigihan, kerja keras, semangat yang tak luntur, dan juga produktif dalam memaksimalkan waktu. Semoga kelak kita akan menjadi sosok Abu Hurairah masa kini, yang mampu menciptakan peluang, demi memetik hasil yang membuat hati lapang. Kegigihan Abu Hurairah Yang Patut Dijadikan Teladan
Profil Penulis
Arsyis Musyahadah, perempuan kelahiran Jepara 27 Juli 1992 ini memiliki hobby traveling, membaca, dan menulis. Alumni Nulisyuk Batch 51 ini memiliki cita-cita menjadi penulis hebat yang bermanfaat bagi orang lain. Untuk bersilaturahmi, follow akun Instagram @arsyis_musyahadah.